Pages - Menu

8 Januari 2013

Mumi Panglima Perang yang Menghidupi Keturunannya.



Thy soul set free from its flesh,

Wherewith blood stops running,

A form of life stand still..


Perihal kehidupan dan kematian selalu jadi misteri, manusia bisa mempersiapkan apapun untuk menghadapi kematian, membayangkan persepsi akan dunia setelah jiwa hilang dari raga, namun tidak ada yang bangkit dari kematian dan menceritakan bagaimana dunia setelah kematian itu sendiri.

Banyak peradaban mengasosiasikan raga sebagai media saat kematian datang, badan dianggap penting untuk dijaga , misalnya di Mesir Kuno dimana raga dianggap sebagai sarana yang penting setelah kehidupan di bumi ini hilang dari badan, sehingga jenazah tertentu diawetkan, dijadikan mumi.

Tidak hanya di Mesir, banyak masyarakat kuno mulai dari Amerika Selatan hingga Asia mempraktekan upaya mengawetkan badan manusia. Nah, jika anda ke ujung timur Indonesia, ada wilayah pegunungan dimana jenazah dahulu diawetkan dengan cara diasap, menghasilkan mumi yang menghitam dengan bagian kulit yang mengeras namun bertahan diterpa ratusan tahun masa berganti.

Mumi Wim Motok Mabel
Di Lembah Baliem, Jayawijaya ada enam mumi yang dikenal hingga kini. Namun ada satu yang paling menarik perhatian saya, karena si empunya raga ratusan tahun yang lalu adalah panglima perang, Wim Motok Mabel.

Nama Wim Motok Mabel pun menggambarkan siapa yang dahulu mengisi raga yang diawetkan ini. Wim berarti perang, Motok menggambarkan pemimpin, panglima, dan Mabel adalah nama panglima perang ini.

Sebagai sosok yang disegani, saat Wim Motok Mabel meninggal, jenazahnya diawetkan. Tujuannya agar sosok Wim Motok tidak hilang dari ingatan penduduk area Jiwika, agar keluarga panglima perang ini ingat betapa diseganinya Wim Motok di masa jayanya. Wim Motok Mabel juga meminta agar dirinya dijadikan mumi jika ia meninggal, dan kini ia tidak hanya menceritakan masa lalu namun menjadi penarik minat turis mengunjungi desa kecil di Distrik Kurulu, Wamena.

Usia mumi panglima perang ini sekitar 278 tahun, ini dihitung dari jumlah tali di lehernya yang ditambah setiap tahun berganti. Saya bisa melihat bagian bagian yang mulai rusak, kulit yang hitam mengeras di beberapa sudut siku mulai rusak dan memperlihatkan bagian tulang. Tidak hanya proses pengawetan, untuk menyimpan mumi pun perlu kondisi khusus agar dapat terus bertahan namun tentunya di Desa Jiwika, mumi hanya disimpan di honai, rumah tradisional di Papua.

Mumi di Desa Aikima
Wim diawetkan dalam posisi duduk, kaki merapat ke badan dan mulut menganga.
Mulut Wim menganga lebar, seakan akan menjerit menghadapi kematian. Kontras dengan mumi yang saya temui di Desa Aikima, dimana posisi mumi menunduk dengan ekspresi wajah seakan tertidur nyenyak.

Saya membayangkan bagaimana pembuatan mumi ini ratusan tahun yang lalu. Penduduk desa yang juga merupakan generasi ke tujuh dari Wim menjelaskan, proses panjang 200 hari pembuatan mumi.

Usai upacara setelah meninggalnya seseorang yang akan dijadikan mumi, jenazah dibawa ke honai yang lokasinya jauh dari desa. Kemudian dua orang yang dipilih secara khusus membuat api di dalam honai, dimana jenazah yang dibalur lemak babi, diletakkan di bagian langit langit honai. Asap dari api akan terus menerus mengenai jenazah selama 200 hari hingga tubuh mengering, mengeras dan menjadi mumi.

Setelah pengasapan selama 200 hari, upacara yang dinamakan "Ap Ako" akan menutup proses mumifikasi. Wim Motok Mabel yang telah diawetkan dibawa ke Desa Jiwika, disimpan dan dijaga oleh keluarga.

Bagian dalam honai

Saya memperhatikan Wim Motok Mabel
Bagi penduduk tradisional di Lembah Baliem, mumi dipercaya membawa kesembuhan, memberikan kesuksesan dan membantu memenangkan peperangan bagi keluarga dan desa yang menyimpan mumi, apalagi Wim Motok Mabel adalah panglima perang yang disegani sehingga mereka percaya Wim masih terus melindungi Jiwika.

Salah satu keluarga generasi ke tujuh dari Wim berkelakar "Kami percaya Wim bawa kesuksesan, buktinya Wim bawa turis dan uang ke desa ini," kami pun tertawa, ada benarnya juga perkataan mereka. Penduduk Desa Jiwika kini mengandalkan uang dari turis yang datang, untuk satu group turis saja bisa diharuskan membayar 300 ribu rupiah dan kami dapat sepuasnya melihat dan mengambil gambar Wim Motok Mabel.

Wim Motok Mabel, panglima yang senang berperang kini terkenal jauh melebihi daerah ia berperang. Ia tidak perlu menghabiskan nyawa musuhnya, tidak perlu bepergian, ia hanya duduk sambil memperlihatkan mulutnya yang mengerang. Wim kini "bekerja" untuk kehidupan keturunannya, menghasilkan uang bagi generasi dan generasi usai ia tidak lagi sanggup berperang.

@marischkaprue - never overthink about death

NOTES:
  • Akan jauh lebih menarik jika mengunjungi Wamena dan sekitarnya di saat Festival Lembah Baliem. Tahun ini Festival Lembah Baliem dilakukan di tanggal 12 Agustus - 15 Agustus 2013.
  • It would be way more interesting to visit Wamena and Baliem during the Baliem Valley Festival. This year the festival will be held on 12 August until 15 August 2013.

 RELATED STORIES:


5 komentar:

  1. I learn something new everytime reading your blog.
    This Mummy gives you a real insight on how things were during the old, middle, and kingdom.


    Absoutely fascinating, must tell more people about your blog, really captured my interest.
    Thank You, Prue!

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Bagaimana dengan bagian dalam dari mumi tersebut kak? Apakah bagian/organ dalam (isi perut) dan lain sebagainya dikeluarkan terlebih dahulu sebelum diasapkan? Atau turut diasapkan dan dibiarkan mengering di dalamnya? Sebab yang saya tau, organ dalam itu kan, cepat sekali membusuk. Thanks kak, Prue.

    Regards,
    -@aiuemocha

    BalasHapus
  4. membanyangkan jenazah diasapi terus menerus selama 200 hari itu sungguh diluar akal. bagaimana orang dulu bisa tau cara membuat mumi dengan cara seperti itu sangatlah luar biasa. local geniusnya orang2 di Lembah Baliyem

    BalasHapus
  5. luar biasa, foto patung ini mungkin sudah ada di berbagai belahan dunia..good joob!

    BalasHapus