“Somebody else’s trash could be someone
else’s treasure”
Kalimat tadi sangat tepat menjelaskan pasar
barang antik yang ada di Jalan Diponegoro, Surakarta ini. Pecinta barang antik
pasti sulit untuk hanya singgah sebentar di Pasar Triwindu. Sejak awal masuk,
berbagai kios yang berjajar sejak dari depan bangunan dipenuhi dengan berbagai
barang-barang antik dan menarik mulai dari pajangan-pajangan dari besi dan
kuningan, patung, telepon tua hingga berbagai lampu.
That’s such a right statement to
describe this antiques market on Jalan Diponegoro, Surakarta. It must be hard
for antiquarians to stop by Triwindu Market for a sec. Since my first step
entering this place, there were many antique and catchy shops selling home
stuff made of iron and brass, statues, old phone to various lamps.
Namun ternyata tidak semua barang yang ada di
Pasar Triwindu ini merupakan barang antik, memang sebagian besar barang adalah
barang-barang tua yang sudah tidak berfungsi atau tidak dipergunakan lagi oleh
empunya dulu, namun menarik secara visual dan dapat menjadi ornamen yang
mempercantik ruangan. Namun, sebagian barang di pasar ini justru merupakan
barang baru yang dibuat dengan gaya klasik dan antik seperti beberapa pajangan,
gembok “tua”, hingga piring-piring yang dicat dengan gambar dan warna-warna klasik.
Although most items in Triwindu Market
are the old ones that can’t work or no longer used by the owner but not all of
them are just an antique stuff, because they are still attractive visually for
an ornament to beautify a room. Some stuff in this market are new ones that specially
made in classic and antique style like the furniture, “old” padlock, until the
painted plates with classic drawing and colors.
Menelusuri Pasar Triwindu bagaikan melalui
lorong waktu. Saya melihat berbagai barang yang dahulu jadi barang umum yang
digunakan oleh orang tua atau nenek-kakek kita seperti telepon tua, mesin ketik
tradisional hingga dompet atau tas tua yang sangat klasik.
Exploring Triwindu Market was like entering the time machine. I saw many things that commonly used by our parents or grandparents like an old phone, traditional typewriter, and even the classic wallet or bag.
Exploring Triwindu Market was like entering the time machine. I saw many things that commonly used by our parents or grandparents like an old phone, traditional typewriter, and even the classic wallet or bag.
Di sebagian area, barang-barang antik ini benar-benar ditumpuk begitu saja seperti sampah, namun area ini bagi saya terasa sangat artistik terutama di saat sore hari dan matahari senja yang kuning menyinari barang-barang antik yang sebagian terbuat dari bahan besi ini.
In another side of the market,
those antique stuffs were stacked just like trash, but I saw it so artistic
especially at noon, when the twilight met the iron antique stuffs.
Tanpa sadar saya dan Ferry sudah menghabiskan
waktu berjam-jam di Pasar Triwindu. Just window shopping karena sebagian besar
barang yang kami inginkan berukuran besar, and
we haven’t got any place to put those antique stuffs, hopefuly someday and we’ll
come hunting someone else’s trash to adopt and make it our treasure.
It’s so fun that Ferry and I didn’t
realized already spent hours in Triwindu Market. We only did window shopping
because mostly we were interested in big stuffs and haven’t got any place to
put them. Hopefully someday we’ll come hunting someone else’s trash to adopt
and make it our treasure.
@marischkaprue – her biggest treasure is finding out those beautiful underwater
sceneries in Indonesia
Photo by Ferry Rusli
Photo by Ferry Rusli
NOTES
Where
Pasar Triwindu
Jalan Diponegoro
Surakarta, Jawa Tengah
*ps: Pasar Triwindu hanya sekitar 10 menit
naik becak dari Red Planet Hotel Solo
*ps: Triwindu Market is only about
10 mins by pedicab from Red Planet Hotel Solo
Price
Harga barang-barang di Pasar Triwindu
bervariasi, mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah. Jika memiliki teman
di Solo akan lebih baik jika dibantu oleh mereka untuk membeli karena turis
biasanya diberi harga jauh lebih mahal.
The price range in Triwindu Market
starts from tens of thousands to millions rupiahs. If you have any friend in
Solo, it would be better to ask them to accompany because usually they give a
higher price for tourist.
***
Dilihat dari foto-fotonya, serasa bukan di Indonesia.
BalasHapusKlasik banget, seru nih berburu foto di pasar-pasar klasik kayak di Solo Ini.
Saya pernah kesana sblh e ngarsupuro mangkunegara,seperti kembali ke tahun 50-70an,mengingatkan solo lg jd kangen pengen dsana terus,jgn lupa ad soto triwindu nya deket3 situ mantab
BalasHapus