Ada satu hal yang membuat kita resah. Kehilangan. Kehilangan barang, uang, tujuan, apa saja, you name it. Pasti ada hal penting yang anda jaga baik baik agar tidak kehilangan, tapi pada akhirnya anda sadar anda tidak punya kuasa menentukan apa yang tetap ada dan apa yang datang dan hilang.
Untuk saya, kehilangan kepercayaan pada orang yang disayangi paling berat. Materi bisa dicari, kepercayaan dan orang yang kita sayangi, tumbuh dan datang dengan sendirinya. Bukan hal yang bisa kita labeli rumus A plus B sama dengan C, sehingga untuk dapat C kita tinggal cari komponen A dan B.
Kadangkala, kita sudah memberi kepercayaan begitu besar, melakukan apa saja untuk menjaga hal yang kita tidak ingin kehilangan. Tapi kadang, Tuhan justru mengambil apa yang paling kita jaga. Dan, saat kehilangan, kita berpikir, emosi, memandang kehilangan ini sebagai lelucon paling jelek yang dilakukan yang di atas.
Namun, dibanding merengek kesal, marah pada keadaan, saya berusaha mencari pembenaran. Kenapa kita harus mengalami kehilangan?
Pertama, saya anggap ini ujian. Yes, hidup tidak selalu lurus, kadang berliku liku, kita harus mengalami semua cobaan yang berbeda. Di soal ujian biasanya soal paling susah memerlukan waktu paling lama mengerjakannya, kehilangan hal yang kita sayangi perlu proses mencerna dan melewatinya.
Kedua, kadang bukan hilang tapi yang hilang itu adalah hal yang dipinjamkan pada kita dan waktu peminjaman itu sudah habis. Getting all what's best and all the memories is what we can do.
Ketiga, itu bukan milik kita. Apa yang kita pertahankan erat erat, yang kita cintai setengah mati, tidak digariskan untuk kita. Sometimes life seems unfair.
Sometimes it feels like God just slammed the door in front of you. You think and wondering. Then you realized it is not your door. Yours is bigger.
Satu satunya cara menghadapi kehilangan, klise memang, hanya ikhlas. Seringkali kita sendirilah yang membuat kehilangan itu begitu berat, mempertanyakan kepada diri sendiri terus menerus mengapa kita harus kehilangan, marah pada situasi dan mencurahkan semua fokus pada apa yang hilang, bukan apa yang bertahan.
Kalau selama ini ada counter Lost and Found. Mungkin, kita harus bikin counter Lost and Survive di kehidupan kita. For everything that's lose from us, we will survive. No matter what, no matter when, no matter why..
@marischkaprue - Lost the one she loved the most, and realized its not hers.
As published on Divemag Indonesia Vol 2 No 023 January 2012.
RELATED STORIES:
ad 2 poros kehilangan yaak mbak ?! kehilangan materi dan kepercayaan. tp ad kehilangan yg mutlak hrs dterima. ya kehilangan yg uda dgarisin tuhan ?! konter Lost and Survive bs dnk dwujudkan ?? ;) sip
BalasHapushmm memang belajar ilmu ikhlas itu luar biasa tantangannya :)
BalasHapusDan pasti berlalu...sakit pasti berlalu,duka pasti berlalu,tawa pasti berlalu,bahagia pasti berlalu,dan kita pasti berlalu...kyk nya si iklas yg klise itu jd pilihan yg pas untuk menjalani segala hal yg pasti akan berlalu...:D
BalasHapusberbicara mengenai kehilangan, saya mengaitkannya dengan kepemilikan. beberapa waktu lalu saya berpikir (dan masih ingin menguji pemikiran saya itu) bahwa tak ada satupun yang tak dapat dihubungkan dengan kepemilikan. you can't lose what you never have, kata pepatah (atau kata lagu Westlife?). pernyataan itu menurut saya benar adanya. segala sesuatu yang kita miliki, itu yang menjadi tolok ukur orang lain untuk menilai diri kita, atau untuk diri sendiri menilai diri kita. jadi, kalau seseorang merasa kehilangan harga diri karena dipermalukan, misalnya lewat bully di Twitter, itu karena dia merasa memiliki harga diri yang sedang diambil dan diinjak-injak. dalam hal ini, seseorang yang memiliki mental kuat akan tetap merasa memiliki harga diri walau ada orang lain yang berusaha merampasnya dan menilai rendah harga diri yang dimilikinya.
BalasHapuskembali ke persoalan pokok, kehilangan. seseorang yang merasa kehilangan, pastinya orang yang awalnya merasa memiliki. merasa memiliki yang terlalu dalam adalah hal yang membuat seseorang susah melepaskan sesuatu yang dimiliki. dengan kata lain, orang itu akan merasa berat ketika kehilangan. sebagai contoh, ketika ada perpisahan sebuah angkatan di sebuah kampus, orang yang selama beberapa tahun merasa memiliki kedekatan antara satu sama lain pasti menjadi orang yang paling mudah menangis karena dia merasa tidak memiliki kesempatan untuk menjadi saling dekat lagi setelah lulus. sedangkan orang yang tak merasa memiliki, pasti menjadi orang yang dengan cuek atas perpisahan itu.
keikhlasan dalam kehilangan itu, dengan demikian, menjadi suatu hal yang lebih mudah dilakukan ketika seseorang tidak memiliki perasaan kepemilikan terlalu dalam atas sesuatu. dalam hal ini, orang tersebut tidak terlalu melekat/bergantung pada sesuatu (atau bisa juga seseorang). rasa memiliki itu boleh, tetapi tidak boleh terlalu dalam. hal ini bisa dilakukan mungkin dengan mengatakan "apa yang aku miliki, apapun itu, berasal dari Tuhan. aku hanya berbagi kepemilikan dengan Tuhan." mungkin dengan cara seperti itu, orang akan ikhlas ketika kehilangan sesuatu/seseorang.
(panjang dan kurang jelas ya komentar ini?)
Menyibak tabir kehilangan dan terus bertahan meniti yang akan terjadi didepan, S@ TETAP SADAR & BERGERAKLAH ....
BalasHapus