Pages - Menu

12 September 2012

An Absurd Journo


This is my first writings for Divemag Indonesia magazine. More than a year after I wrote this, and I am so grateful because this makes me write a lot after that.. :)

So here it is, might weird, well I am a newbie (until now) writer after all.


Okay, tulisan ini dimulai dengan kejut kejut dan cenat cenut akibat baru menyadari tanggal deadline dari @r_djangkaru, maklum, saya bukanlah penulis professional, mungkin lebih layak disebut penulis ugal ugalan. Terbiasa di dunia 140 karakter namun masih abu abu di karya tulis panjang, saat menulis panjang itu adalah naskah yang serius.

Ah, cukuplah curhat colongan sebelum anda membalik halaman ini. Pertama kita perkenalan dulu, diluar nama saya yang dipandang tidak biasa, karena ada huruf konsonan yang berturut turut menempel beriringan, saya hanyalah seseorang yang kurang lebih seperti anda, dua mata yang melirik saat ada brondong manis melenggang (ini khusus para wanita “matang”), atau dahi dan hidung yang tiba tiba berkerut saat ada oknum tak terpuji kentut sembarangan. 

Tapi meskipun struktur tubuh kita semua kurang lebih sama—ini bicara anatomi ya bukan kadar lemak—semua manusia berbeda, ini sudah didefinisikan dari DNA kita yang unik, tidak ada yang sama. Tapi, pertanyaannya kemudian, apakah berbeda itu berarti tidak biasa? Dan apakah kita mau atau bahkan punya keberanian menjadi tidak biasa?

Perbedaan yang signifikan dengan lingkungan, out of the box, memang konsekuensinya ada hal hal yang tidak nyaman, kita terlihat jelas dan dengan mudah jadi sasaran tembak kritik, cacian atau bahkan makian. Saat saya mulai bermain di dunia kata 140 karakter, dengan gaya yang dianggap nyeleneh, tidak jarang yang mempertanyakan, mencibir atau memaki. Profesi saya sebagai jurnalis dipandang sebagai batas baku untuk membentuk pola kicauan saya di twitter, tapi kenyataan tidak begitu, kita boleh memiliki identitas di pekerjaan, di lingkungan organisasi, tapi ada hal hal lain yang membentuk pola pikir kita, memang sebagian hanya dianggap sedikit berbeda, sebagian dipandang tidak biasa atau aneh.

Ah, tapi bukankan menjadi tidak biasa itu menyenangkan? Bayangkan dunia yang penuh dengan orang orang dengan polah yang serupa, tidak akan Lady Gaga, tidak akan ada public enemy buat digosipin, pokoknya bakal lebih membosankan dibanding dengerin rapat tahunan rencana kerja kementrian tertentu deh..

Jadi intinya, perbedaan, hal hal yang tidak biasa itu menyenangkan, kalau kita mau melihat dari sisi positif. Bayangkan pelangi yang cuma 1 warna, lagu balonku yang cuma 1 warna (coba nyanyiin, ga bisa kan), dan masih banyak lagi contohnya, ratusan? Lebih! *apasih*. Dan kalau anda cukup berani, cobalah keluar dari kotak definitif kenyamanan anda sekarang, lakukan hal hal baru yang diluar kotak berpikir anda selama ini, setidaknya anda akan punya cerita baru untuk dibagi dengan teman saat weekend. Life is full of colors, we ain’t dog which sees only black and white, so enjoy and pick your color! Ciao!!

Marischka Prudence, An absurd journo

As published on Divemag Indonesia Vol 2 No 013, March 2011

1 komentar: