This is my first writings for Divemag Indonesia magazine. More than a year after I wrote this, and I am so grateful because this makes me write a lot after that.. :)
Okay, tulisan ini dimulai dengan kejut kejut dan
cenat cenut akibat baru menyadari tanggal deadline dari @r_djangkaru, maklum,
saya bukanlah penulis professional, mungkin lebih layak disebut penulis ugal
ugalan. Terbiasa di dunia 140 karakter namun masih abu abu di karya tulis
panjang, saat menulis panjang itu adalah naskah yang serius.
Ah, cukuplah curhat colongan sebelum anda membalik
halaman ini. Pertama kita perkenalan dulu, diluar nama saya yang dipandang
tidak biasa, karena ada huruf konsonan yang berturut turut menempel beriringan,
saya hanyalah seseorang yang kurang lebih seperti anda, dua mata yang melirik
saat ada brondong manis melenggang (ini khusus para wanita “matang”), atau dahi
dan hidung yang tiba tiba berkerut saat ada oknum tak terpuji kentut
sembarangan.
Tapi meskipun struktur tubuh kita semua kurang
lebih sama—ini bicara anatomi ya bukan kadar lemak—semua manusia berbeda, ini
sudah didefinisikan dari DNA kita yang unik, tidak ada yang sama. Tapi,
pertanyaannya kemudian, apakah berbeda itu berarti tidak biasa? Dan apakah kita
mau atau bahkan punya keberanian menjadi tidak biasa?
Perbedaan yang signifikan dengan lingkungan, out of the box, memang konsekuensinya
ada hal hal yang tidak nyaman, kita terlihat jelas dan dengan mudah jadi sasaran
tembak kritik, cacian atau bahkan makian. Saat saya mulai bermain di dunia kata
140 karakter, dengan gaya yang dianggap nyeleneh, tidak jarang yang
mempertanyakan, mencibir atau memaki. Profesi saya sebagai jurnalis dipandang
sebagai batas baku untuk membentuk pola kicauan saya di twitter, tapi kenyataan
tidak begitu, kita boleh memiliki identitas di pekerjaan, di lingkungan
organisasi, tapi ada hal hal lain yang membentuk pola pikir kita, memang
sebagian hanya dianggap sedikit berbeda, sebagian dipandang tidak biasa atau
aneh.
Ah, tapi bukankan menjadi tidak biasa itu
menyenangkan? Bayangkan dunia yang penuh dengan orang orang dengan polah yang
serupa, tidak akan Lady Gaga, tidak akan ada public enemy buat digosipin,
pokoknya bakal lebih membosankan dibanding dengerin rapat tahunan rencana kerja
kementrian tertentu deh..
Jadi intinya, perbedaan, hal hal yang tidak biasa
itu menyenangkan, kalau kita mau melihat dari sisi positif. Bayangkan pelangi
yang cuma 1 warna, lagu balonku yang cuma 1 warna (coba nyanyiin, ga bisa kan),
dan masih banyak lagi contohnya, ratusan? Lebih! *apasih*. Dan kalau anda cukup
berani, cobalah keluar dari kotak definitif kenyamanan anda sekarang, lakukan
hal hal baru yang diluar kotak berpikir anda selama ini, setidaknya anda akan punya
cerita baru untuk dibagi dengan teman saat weekend. Life is full of colors, we ain’t dog which sees only black and white,
so enjoy and pick your color! Ciao!!
Marischka Prudence, An absurd journo
As published on Divemag Indonesia Vol 2 No 013, March 2011
I pick black!
BalasHapus