Thy soul set free from its flesh,
Wherewith blood stops running,
A form of life stand still..
Perihal kehidupan dan kematian selalu jadi misteri, manusia
bisa mempersiapkan apapun untuk menghadapi kematian, membayangkan persepsi akan
dunia setelah jiwa hilang dari raga, namun tidak ada yang bangkit dari kematian
dan menceritakan bagaimana dunia setelah kematian itu sendiri.
Banyak peradaban mengasosiasikan raga sebagai media saat
kematian datang, badan dianggap penting untuk dijaga , misalnya di Mesir Kuno
dimana raga dianggap sebagai sarana yang penting setelah kehidupan di bumi ini
hilang dari badan, sehingga jenazah tertentu diawetkan, dijadikan mumi.
Tidak hanya di Mesir, banyak masyarakat kuno mulai dari
Amerika Selatan hingga Asia mempraktekan upaya mengawetkan badan manusia. Nah,
jika anda ke ujung timur Indonesia, ada wilayah pegunungan dimana jenazah
dahulu diawetkan dengan cara diasap, menghasilkan mumi yang menghitam dengan
bagian kulit yang mengeras namun bertahan diterpa ratusan tahun masa berganti.
Mumi Wim Motok Mabel |
Di Lembah Baliem, Jayawijaya ada enam mumi yang dikenal
hingga kini. Namun ada satu yang paling menarik perhatian saya, karena si
empunya raga ratusan tahun yang lalu adalah panglima perang, Wim Motok Mabel.
Nama Wim Motok Mabel pun menggambarkan siapa yang dahulu
mengisi raga yang diawetkan ini. Wim berarti perang, Motok menggambarkan
pemimpin, panglima, dan Mabel adalah nama panglima perang ini.
Sebagai sosok yang disegani, saat Wim Motok Mabel meninggal,
jenazahnya diawetkan. Tujuannya agar sosok Wim Motok tidak hilang dari ingatan
penduduk area Jiwika, agar keluarga panglima perang ini ingat betapa
diseganinya Wim Motok di masa jayanya. Wim Motok Mabel juga meminta agar
dirinya dijadikan mumi jika ia meninggal, dan kini ia tidak hanya menceritakan
masa lalu namun menjadi penarik minat turis mengunjungi desa kecil di Distrik
Kurulu, Wamena.
Usia mumi panglima perang ini sekitar 278 tahun, ini
dihitung dari jumlah tali di lehernya yang ditambah setiap tahun berganti. Saya
bisa melihat bagian bagian yang mulai rusak, kulit yang hitam mengeras di
beberapa sudut siku mulai rusak dan memperlihatkan bagian tulang. Tidak hanya
proses pengawetan, untuk menyimpan mumi pun perlu kondisi khusus agar dapat
terus bertahan namun tentunya di Desa Jiwika, mumi hanya disimpan di honai,
rumah tradisional di Papua.
Mumi di Desa Aikima |
Wim diawetkan dalam posisi duduk, kaki merapat ke badan dan mulut menganga. |
Mulut Wim menganga lebar, seakan akan menjerit menghadapi
kematian. Kontras dengan mumi yang saya temui di Desa Aikima, dimana posisi
mumi menunduk dengan ekspresi wajah seakan tertidur nyenyak.
Saya membayangkan bagaimana pembuatan mumi ini ratusan tahun
yang lalu. Penduduk desa yang juga merupakan generasi ke tujuh dari Wim
menjelaskan, proses panjang 200 hari pembuatan mumi.
Usai upacara setelah meninggalnya seseorang yang akan
dijadikan mumi, jenazah dibawa ke honai yang lokasinya jauh dari desa. Kemudian
dua orang yang dipilih secara khusus membuat api di dalam honai, dimana jenazah
yang dibalur lemak babi, diletakkan di bagian langit langit honai. Asap dari
api akan terus menerus mengenai jenazah selama 200 hari hingga tubuh mengering,
mengeras dan menjadi mumi.
Setelah pengasapan selama 200 hari, upacara yang dinamakan
"Ap Ako" akan menutup proses mumifikasi. Wim Motok Mabel yang telah
diawetkan dibawa ke Desa Jiwika, disimpan dan dijaga oleh keluarga.
Bagian dalam honai |
Saya memperhatikan Wim Motok Mabel |
Bagi penduduk tradisional di Lembah Baliem, mumi dipercaya
membawa kesembuhan, memberikan kesuksesan dan membantu memenangkan peperangan
bagi keluarga dan desa yang menyimpan mumi, apalagi Wim Motok Mabel adalah
panglima perang yang disegani sehingga mereka percaya Wim masih terus
melindungi Jiwika.
Salah satu keluarga generasi ke tujuh dari Wim berkelakar
"Kami percaya Wim bawa kesuksesan, buktinya Wim bawa turis dan uang ke
desa ini," kami pun tertawa, ada benarnya juga perkataan mereka. Penduduk
Desa Jiwika kini mengandalkan uang dari turis yang datang, untuk satu group
turis saja bisa diharuskan membayar 300 ribu rupiah dan kami dapat sepuasnya
melihat dan mengambil gambar Wim Motok Mabel.
Wim Motok Mabel, panglima yang senang berperang kini
terkenal jauh melebihi daerah ia berperang. Ia tidak perlu menghabiskan nyawa
musuhnya, tidak perlu bepergian, ia hanya duduk sambil memperlihatkan mulutnya
yang mengerang. Wim kini "bekerja" untuk kehidupan keturunannya, menghasilkan
uang bagi generasi dan generasi usai ia tidak lagi sanggup berperang.
@marischkaprue - never overthink about death
NOTES:
NOTES:
- Akan jauh lebih menarik jika mengunjungi Wamena dan sekitarnya di saat Festival Lembah Baliem. Tahun ini Festival Lembah Baliem dilakukan di tanggal 12 Agustus - 15 Agustus 2013.
- It would be way more interesting to visit Wamena and Baliem during the Baliem Valley Festival. This year the festival will be held on 12 August until 15 August 2013.
RELATED STORIES:
- Avatar World in Wamena
- Pasir Putih, Snow White in Baliem Valley
- Telaga Biru, Dangerously Beautiful Blue Lake
- Misteri Panjang Gua Lokale
I learn something new everytime reading your blog.
BalasHapusThis Mummy gives you a real insight on how things were during the old, middle, and kingdom.
Absoutely fascinating, must tell more people about your blog, really captured my interest.
Thank You, Prue!
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusBagaimana dengan bagian dalam dari mumi tersebut kak? Apakah bagian/organ dalam (isi perut) dan lain sebagainya dikeluarkan terlebih dahulu sebelum diasapkan? Atau turut diasapkan dan dibiarkan mengering di dalamnya? Sebab yang saya tau, organ dalam itu kan, cepat sekali membusuk. Thanks kak, Prue.
BalasHapusRegards,
-@aiuemocha
membanyangkan jenazah diasapi terus menerus selama 200 hari itu sungguh diluar akal. bagaimana orang dulu bisa tau cara membuat mumi dengan cara seperti itu sangatlah luar biasa. local geniusnya orang2 di Lembah Baliyem
BalasHapusluar biasa, foto patung ini mungkin sudah ada di berbagai belahan dunia..good joob!
BalasHapus