Saya ingat lautan pasir di Bromo. Tapi saya tidak ingat pasir disitu terkadang tidak hanya berbisik, tapi berteriak.
I remember the caldera in Bromo, but I don't remember that the sands there sometimes aren't just whispering but screaming.
Usai menikmati sunrise di Penanjakan, saya dan rombongan
turun ke area lautan pasir dengan mobil jeep. Langit biru terang meski cuaca
tetap dingin. Kaldera atau lautan pasir Bromo ada di ketinggian 2.392 meter di
atas permukaan laut, ditambah saat itu masih pagi hari sehingga saya lebih suka
membalut diri di dalam jaket tebal.
After enjoying the sunrise in Penanjakan, me and my friends head into the Bromo's caldera. We ride a jeep and see the bright blue sky, but still, the weather is cold. Caldera or the huge area of sands in Bromo is at 2.392 meter above sea level, and it was still early in the morning so I prefer to wrap myself in a big warm jacket.
Kami turun dari kendaraan dan berjalan lurus ke arah Bromo.
Tangga dengan pinggiran berwarna kuning terlihat sebagai garis dari kejauhan,
lengkap dengan titik berwarna warni yaitu pengunjung Bromo yang entah jumlahnya
berapa ribu hari itu.
We got out of the vehicle and walked straight toward Bromo. Stairs with yellow fringe seen as a line in the distance, complete with brightly colored dots which are people who visited Bromo and I completely cannot guess how many people are there, maybe thousands.
Pura Luhur Poten |
Pasir masih berbisik saat kami tiba. Angin sesekali datang
dan membawa debu serta pasir hitam Bromo, saya terlindung dengan adanya
kacamata hitam. Mendekati Pura Luhur Poten yang ada di kaki Gunung Bromo
seorang bapak bapak mendekati kami, menunjukkan masker yang langsung saya beli.
"Di atas debunya luar biasa," ujarnya.
Sand still whisper when we arrived. Sometimes the wind came, brought the dust and black sands of Bromo. I got my eyes covered with sunglasses. We walk towards Pura Luhur Poten which located at the foothills of Bromo. A guy approached, showing mask that I bought immediately. "The dust is incredible up there," he said.
Saya berjalan ke arah manusia yang semakin banyak. Bromo
selalu memikat. Foto Bromo dengan ciri khas asap yang membumbung dari kawah,
kaldera dan landscape yang saat kita melihat, sebagian besar akan tahu, itu
Bromo yang ada di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang ada di Jawa Timur,
Bromo yang merupakan gunung berapi aktif dengan kawah yang jadi tujuan wisata
utama di timur jawa ini.
I walked to where more and more people walking. Bromo is always alluring. Smoke rising from the crater, caldera and the landscape is a typical photo of Bromo which when we saw, we know instantly that it is Mount Bromo in Bromo Tengger Semeru National Park in East Java. Bromo is an active volcano which became the main tourist destination in the eastern Java.
Baru berjalan sedikit kali ini seorang bapak dengan kudanya mendekati, menawarkan saya untuk menghemat energi dengan naik kuda ke arah tangga. Ah, kapan lagi saya bisa berkuda di Bromo, maka kurang dari lima detik saya sudah mengiyakan, naik dan menikmati langkah kuda dan angin serta pasir yang berhembus sesekali.
Not long after, an old man with his horse approached and offered me to save energy by riding horse to the top, just right before the stairs. Well, when else I'll ride horse in Bromo? So I said yes, ride the horse and enjoy the wind and sands blowing occasionally.
Jalan naik ke puncak Bromo adalah padang pasir dengan ribuan
orang yang berjalan, ataupun naik kuda ke arah tangga. Kami berhenti di area
sebelum tangga. Manusia berdesakan menunggu giliran melangkah naik
di tangga dua arah. Saya tidak punya kesabaran untuk menunggu maka saya
melangkah ke arah pasir di bagian kiri tangga. Mungkin rute ini bukan yang
termudah namun saya punya kebebasan melihat betapa menakjubkannya pemandangan
saat melangkah naik.
The way to get on top of Bromo is a desert with thousands people walking or riding horse to the stairs. We stopped in the area before the ladder. Lines of people waiting to get their turn stepping up the two way staircase. I don't have the patience to wait so I climb the sands on the left side of the stairs and walk. These maybe not the easiest but I have better position to see how amazing the scenery while trekking up.
Edna and I choose this way |
Sand storms coming! |
Abu abu kecoklatan, warna Bromo hari itu. Langit cerah dan
sesekali angin membawa pasir berteriak, namun bukan telinga yang harus kami
tutup, namun mata karena kacamata saya tidak sanggup menahan pasir dan debu
halus yang masuk ke sela sela kacamata.
Brownish gray, the color Bromo that day. Clear sky and sometimes the wind brought the sands, screaming. But it ain't ears that I covered to deal the screams, I gotta covered my eyes since the dust is everywhere coming into the side of my sunglasses.
Going to the top! |
Tidak perlu banyak energi untuk sampai ke puncak, Bromo
membuka kesempatan bagi siapa saja untuk menaikinya. Anda tidak perlu jadi
manusia paling bugar untuk sampai di puncak dan berdiri di samping kawah dengan
asap yang terus mengepul.
You don't need super energy to get on top, Bromo open opportunity for anyone to get on top of it. You don't have to be the most sporty and strong person to be on top and see the crater with smoke billowing.
Brought my Xperia Z1 to the dusty top and it survived! |
At the top, the sands scream again, even louder. Repeatedly I closed my eyes as sandstorm coming and then only got about 10
seconds to take a picture before the sands screaming again. But that doesn't make me want to get down immediately. In fact I looked around and felt the greatness again, the incredible view that brings time running an hour without I even realize.
can you see the sand storms? |
Relaxing while seeing the crater |
Apalah artinya diteriaki pasir jika pemandangan seperti ini
yang saya dapat. Apalah artinya mata sedikit terkena debu dan merah sedikit,
apalah artinya pasir yang masuk ke sela mulut saya dan membuat gemeretak gigi
dan pasir terasa saat saya menggerakan rahang. Semua itu hanya hal kecil
dibandingkan dengan kenikmatan visual disini, di Bromo.
A bit of sands screaming is nothing compare to this view. A bit of dust stuck in my eyes and a bit of red teary eyes is not a big deal. A bit of sands in my mouth that when I move my jaws I can feel it crumble is not a problem at all. Those were just a tiny non important thing compare to the visual pleasure here, in Bromo.
@marischkaprue - prefers
sea sands than mountain sands.
RELATED STORIES:
RELATED STORIES:
memang indah,kita dimanjain visual oleh Bromo apalagi saat jeep mengelilingi kaldera..Saya kesana bertepatan dengan pergantian tahun, dan sangat ramai sekali oleh pengunjung bahkan saya tidak bisa sampai ke penanjakan 1 untuk melihat sunrise karena padatnya jeep yang mengantri,nyesel... salam & semangat backpacker Marischka.
BalasHapusBromo mmg kagak ada mati nya, pesona nya cantik banget.
BalasHapusTapi mmg paling males buat jalan kaki naik ke kawah nya hehehe bikin dengkul lemes. Tapi kalo udah sampai di atas dan melihat pemandangan sekitar nya itu keren mampus.
wah baru baca lagi blog mbak ini...ceritanya seru..jadi pengen balik lg kesana..2 tahun lalu pas kesana, dilarang ke kawah karena aktivitas gunung lg tinggi :(
BalasHapusPasir di Bromo memang sangat eksotis
BalasHapusSangat keren dan selalu "berteriak" seperti yang tertulis dalam tulisan ini
Keren deh, salah satu inspirasi saya dalam menulis blog
Gunung Bromo memang keren
BalasHapusMemang pantas jadi objek wisata nomor 1 di Jawa Timur, bahkan mungkin untuk seluruh Indonesia.
Mulai dari pasirnya yang katanya suka "berteriak"
Pemandangan sunrise dari pananjakan.
bukit teletubbies, kawahny serta kombinasi pemandangan yang bagus antara Bromo hingga puncak Semeru.
Jadi keinget masa SMA pernah ke Bromo..pemandangannya keren, sambil melihat matahari terbit duduk di sisi kawahnya. Salah satu wisata nusantara yang unik dan tidak ada duanya di tempat lain..
BalasHapusHp nya sampai usang begitu ya kak ??? :-(
BalasHapus