Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

27 November 2025

, , , , , , , , , ,

Obi, The Clear Quartz of Moluccas

Share

Clear Quartz (Kristal Kuarsa) memang tidak se-berkilau berlian. Ia bening seperti kaca, lebih tenang kilauannya, tidak mencolok seperti berlian namun indah yang terasa lebih dekat.

Clear Quartz cocok menggambarkan Obi, bukan batu permata yang sangat terkenal, namun Obi sangat-sangat cantik, terasa tenang dan nyaman. Keindahan yang jadi memori indah yang nyaman.

Menuju Obi memang perlu effort lebih. Kami harus terbang ke Ternate, lalu lanjut ke Labuha dengan pesawat baling-baling, dan melanjutkan perjalanan lagi dengan kapal sekitar 4 jam. Kami sampai di Obi saat sudah gelap dan langsung beristirahat.

Keesokan harinya, kami baru bisa “melihat” Obi: langit yang biru, laut yang tenang, warna biru kehijauan yang indah bahkan di dermaga. Pemandangan yang “mahal” bagi warga yang tinggal di Jakarta seperti saya.


“Melayang” di Pulau Telor

Sebelum ke Obi saya sudah mendengar tentang Pulau Telor, namun saya tidak menyangka akan melihat lautan sebening ini. Warna turquoise sepanjang mata memandang, kapal yang terlihat seakan “melayang” di hamparan warna turquoise, sungguh indah!

Pulau Telor adalah tujuan scuba dive pertama kami. Biasanya jika sedang scuba diving saya tidak terlalu fokus mengambil gambar dari darat, karena harus mempersiapkan alat. Namun melihat pemandangan di sekitaran Pulau Telor, saya sampai request untuk memundurkan sedikit waktu penyelaman agar bisa mengambil gambar dengan drone, karena memang se-bagus itu!

Karakter laut di Pulau Telor itu tenang, dengan pasir putih di bagian bawah, area yang rata dan sisi yang penuh dengan coral reefs. Di Pulau Telor banyak sekali karang keras yang padat. Saya dengan mudah menemukan gugusan branch coral yang sangat padat, tidak ada ruang untuk “mendarat” karena sangat padat.




Striking Pasturi

Titik penyelaman berikutnya bernama Pasturi. Kami bercanda dengan menyebutnya “pasutri” yang pada akhirnya terasa cocok karena titik ini membuat kami jatuh cinta! Sangat!

Pasturi adalah spot yang sangat unik. Jika dilihat dengan drone, ada area yang tampak seperti “Blue Hole”, sisi dengan sandbank (gosong pantai), kemudian terlihat “lingkaran biru” yang terbentuk dari perbedaan kedalaman. Menarik sekali!

Saat turun saya lagi-lagi dibuat bengong! Laut di Pasturi beningnya luar biasa! Saya bisa bilang kalau ini salah satu penyelaman terbening saya selama 15 tahun saya menyelam. Jika bicara bening biasanya yang terbersit adalah Alor, Wakatobi.. namun ternyata Obi juga bisa berderetan dalam daftar laut bening Indonesia!

Sangking beningnya laut di Pasturi, saya bisa melihat bayangan coral di permukaan air yang seperti kaca di area dangkal. Sungguh pemandangan yang membuat tidak ingin berhenti menyelam.

Di area ini kami juga ikut menanam coral di reef cubes (struktur berbentuk kotak yang ditempatkan di dasar untuk media tumbuhnya koral) dibantu oleh Team Marine dari Harita.





Mala-Mala dan Gomumu

Ada banyak gugusan pulau di area Obi, Pulau Obi adalah pulau terbesar dan kami menikmati hari-hari di Obi dengan mampir ke beberapa pulau yang dekat dengan Pulau Obi.

Menikmati sore di Gomumu terasa seperti berada di Pulau Pribadi. Hanya ada group kami, lautan yang indah, langit biru dengan matahari yang sudah menyinari dari sisi yang miring, perfection!




Belajar di Desa Kawasi dan Desa Soligi

Selain ke pulau-pulau, kami juga mampir ke beberapa desa, seperti Desa Kawasi baru dan Desa Soligi. Di Desa Kawasi baru kami mampir ke sekolah. Di sini saya kaget karena ternyata ada kelas bahasa Mandarin dan saat kami “mengintip” hingga akhirnya bisa ikut masuk, saya sadar bahwa level bahasa Mandarin yang dipelajari di kelas di Desa Kawasi sudah bukan yang basic seperti sapaan, atau perkenalan. Bahkan, teman saya Yun Think yang fasih berbahasa Mandarin juga kagum dengan fasihnya murid-murid kelas Mandarin di Desa Kawasi.

Saat kami datang ke Desa Soligi adalah waktu nelayan pulang setelah menjaring ikan. Kami melihat ikan-ikan besar seperti kakap merah dibawa turun dari kapal, dibersihkan dan ditimbang untuk dijual ke perusahaan di Pulau Obi. Warga juga menyimpan sebagian tangkapan untuk mereka konsumsi, dan kami pun ikut makan ikan bersama.

Desa Soligi juga punya sistem “parkiran” kapal yang unik. Kapal digantung di penampang dari kayu-kayu, dengan sistem katrol untuk menaik-turunkan kapal. Ternyata sistem ini dilakukan untuk mencegah ombak keras menghantam kapal di musim-musim tertentu. Cara tradisional yang unik namun sangat fungsional.

Re-grow 

Di hari terakhir saya dan teman-teman mampir ke salah satu bukit di Pulau Obi yang merupakan area reklamasi. Bukit ini jadi area reklamasi sejak tahun 2019, ditanam dua kali di bulan Februari dan bulan Juni. Area seluas hampir 12 hektar ini sudah kembali jadi hutan lebat dalam jangka waktu 6 tahun. Ada pohon cemara laut, kayu putih, meranti, mahoni hingga Ketapang dan jabon merah.

Team Reklamasi TBP yang menemani saya bilang kalau mereka punya target sekitar 66 hektar penanaman area reklamasi untuk tahun 2026. Semoga bisa lebih banyak area yang direklamasi di Pulau Obi.

Memories for life

Obi bagi saya bukan sekadar destinasi. Saya melihat, menikmati, belajar dan menemukan banyak teman baru, dan kembali lagi-lagi diingatkan bahwa Indonesia dan lautnya, khususnya Indonesia Timur, se-indah itu!

@marischkaprue - got another strike from the beauty of Indonesia


***

0 comments: