Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

28 Juni 2013

, , , , , , , , , ,

Fell in Love with The Habema Lake.



Hari masih gelap. Waktu menunjukkan pukul 3 subuh, kami bergerak dari Wamena dengan kendaraan 4 wheel drive menuju lokasi danau dengan pemandangan yang selalu disebut sebut spektakuler.

It was still dark. At 3 am in the morning, we moved from Wamena with 4 wheel drive vehicle to the location where a so called beautiful lake been described over and over again as a spectacular view. 

Dua jam lebih berkendara, perut kami diaduk terus menerus sejak melewati Sinama dan area Napua, jalanan aspal berubah menjadi jalanan yang hanya terbentuk dari hamparan kerikil dan batu, serta kontur yang tidak beraturan.

On our two hours drive the paved road ends after Sinama and Napua, the road began more shaky, only formed by stretch of gravel and stones and different contours, It felt like being in a blender, shaken all the time.

Suasana masih gelap sehingga kami tidak dapat melihat sekeliling, hanya sorotan lampu mobil yang menerangi jalanan. Mendekati terbitnya matahari kami sampai di salah satu titik yang terbaik untuk memperhatikan Danau Habema. Saya turun dari mobil dan langsung disambut dingin yang menusuk. Meski sudah dibalut jaket berlapis, sarung tangan, wind breaker, saya masih menggigil. Suhu rata rata pada pagi dan malam hari di Habema sekitar 8 derajat celcius, membuat saya yang terbiasa dengan udara panas Jakarta sontak kedinginan.

It was so dark that we can't look around, just beam headlights illuminate the road. Then, nearly sunrise we got one of the best place to observe Habema lake. I got out of the car and was immediately freezing. Though I've prepared padded jackets, gloves and wind breaker, I was still shivering. Average temperature in the morning and evening at Habema around 8 degrees Celsius, which makes me who familiar with Jakarta's weather hard to adapt.

Semburat pagi di Danau Habema
Puncak Trikora setinggi 4.750 mdpl terlihat jelas

Pagi itu gerimis turun perlahan, menambah dingin dan menutup semburat matahari yang terbit. Kami saat itu ada di ketinggian sekitar 3.300 meter di atas permukaan laut, kemudian tidak lama cuaca seakan langsung menyambut kami. Matahari semakin bersinar dan kami dapat melihat jelas Danau Habema, dengan puncak gunung Trikora yang diliputi salju.

The morning drizzle rain came slowly, adding a tinge of cold and made the rising sun blurry. We were at an altitude of about 3,300 meters above sea level, then not long the weather seems suddenly welcoming us friendly. The sun suddenly shine so we can see Habema lake clearly, with the background of mountain peaks, covered with snow, the Trikora mountain.

Danau Habema berada di ketinggian 3.125 mdp. Sebagian menyebut danau ini ada di ketinggian 3.225 mdpl namun dari pengukuran, batas air Danau Habema ada di ketinggian yang berselisih 100 mdpl dengan keterangan di papan.

Habema Lake located at an altitude of 3,125 meters above sea level. Some say this lake at a height of 3,225 meters above sea level, but from the measurements, Habema Lake watershed at an altitude of 3,125 meters above sea level which is at different with the statement on the board.



Dahulu danau ini disebut Yuginopa, sebagian penduduk masih menyebut danau ini dengan nama asalnya. Nama Habema kemudian muncul dari nama seorang perwira dari Belanda, Letnan D Habbema. Ia mengawali ekspedisi yang dipimpin H.A Lorentz di kawasan tersebut pada tahun 1909. Dari Lorentz dan Habbema maka beberapa lokasi mendapat nama mereka. Danau Habema berada di area Taman Nasional Lorentz, dengan luas 2,4 juta hektar area.

The lake formerly called Yuginopa, most people still call it by the native name of this lake. term "Habema" then appeared from the name of a Dutch officer, Lieutenant D Habbema. He started the expedition led by HA Lorentz in the region in 1909. From Lorentz and Habbema then some locations got their names. Habema lake are in the Lorentz National Park area, which spread around ​​2.4 million hectare area.


Area ini adalah lokasi yang spektakuler, dengan landscape Papua dan vegetasi yang sangat beragam. Dahulu di area Danau Habema banyak terdapat anggrek hitam yang langka. Saat ini sudah sangat sulit menemui tanaman ini akibat eksploitasi ilegal yang membawa anggrek anggrek ini ke kota kota besar di Indonesia untuk dijual. 

This area has a spectacular view, with Papua landscape and very diverse vegetation. Long time ago in the area of Lake Habema we can find many rare black orchid. It's been very difficult to meet this crop due to the illegal exploitation of orchids for commercial use.




Meski Habema dikatakan telah berubah jauh sejak 104 tahun lalu kala H.A Lorentz memulai ekspedisinya di area Jayawijaya, Papua, landscape Danau Habema tetap spektakuler bagi saya. Rentangan danau biru pekat seluas 224 hektar dengan salju abadi yang menutupi puncak Trikora adalah berlian di mata pecinta alam dan ekspedisi.

Although Habema said to have changed a lot  since 104 years ago when HA Lorentz start his expedition in the area of Jayawijaya, Papua, the Habema landscape still amazed me. Range of deep blue lake covering 224 acres with perennial snow covered the Trikora peaks is a diamond in the eyes of nature and expedition lovers.

Saya sempat terperosok ke lumpur

Saat matahari semakin naik, suhu pun semakin bersahabat. Saya dan tim dari Jelajah Bumi Papua kemudian bergerak dengan mobil ke titik 3.225 mdpl untuk memulai trekking menurun ke arah danau. Area ini dipenuhi padang rumput dan rawa rawa. Ketinggian dan suhu dingin membuat lumut berkembang baik di area ini, beberapa kali kami harus memilih dengan seksama jalur berjalan agar tidak terperosok di lumpur.

When the sun reach higher, the temperature became more friendly. Me and Jelajah Bumi Papua (Papua Exploration Team, presented by Adira) team then drove to the 3,225 meters above sea level point to start trekking down to the lake. This area is filled by meadow and swamp marsh. Altitude and cold temperatures make moss grow well in this area, even sometimes we have to choose carefully to avoid stepping into mud hole.


Namun semua itu terbayar dengan cepat. Di pos terakhir tepat di depan Danau Habema kami mendapatkan pemandangan luas, dengan biru kontras dari danau, langit dan putihnya awan, ditambah pepohonan di sekitar danau. A magnificent God's creation.

But every effort is worth. On the last rest hut, Habema lake lies in front of us. We got dazing view to the lake. It is so beautiful. A contrast of blue lake, blue skies, white clouds and the green brown trees surround the lake. A magnificent God's creation.

This is one of the place that time stood still, and you'll realize how small you are, and how great is His creation..

@marischkaprue - Will be on top of Trikora mountain, one day and someday.

All photos, except  (7) and (13) are taken by Samsung NX 300.

See also the video from this trip, here:



NOTES:
  • Siapkan baju hangat jika ingin berkunjung ke Danau Habema. Jaket, Wind Breaker, Sarung Tangan dan trekking pole jika diperlukan.
  • Waktu menuju Danau Habema dari Wamena sekitar 2 jam berkendara dengan kendaraan 4 wheel drive.
  • Untuk perjalanan serupa dapat menghubungi Putra Papua Tours, harga dapat bervariasi tergantung kebutuhan lama perjalanan dan pilihan paket wisata, hubungi +62 96931540 atau +62 96931900 untuk keterangan harga dan bookings.
  • Menuju ke Wamena, ambil penerbangan menuju Jayapura dan dilanjut dengan penerbangan dengan pesawat Trigana menuju Wamena dengan harga rata rata Rp. 900.000,- di saat low season.
  • Thanks to Adira Faces of Indonesia dan semua tim Jelajah Bumi Papua. Anda dapat melihat cerita cerita dari seluruh Indonesia di website Adira FOI disini.
 RELATED STORIES:


17 Juni 2013

, , , , , , ,

Colosseum, The Great History


Satu lokasi yang jadi ciri Roma, bahkan teman saya berkata bahwa belum mengunjungi Roma jika belum bertandang ke lokasi di area jalan Fori Imperiali ini. 

This place is a must visit in Rome, even people said that if you don't visit this icon in the area of Fori Imperiali street in Rome, you're not visiting Rome at all.

Saya rasa saya bahkan tidak perlu mendeskripsikan bentuk Colosseum, kita semua pernah mendengar, melihat dan menyaksikan bentuk amphitheatre ini di berbagai foto dan tayangan. Film Gladiator bahkan mengangkat masa lalu, sisi kelam dari apa yang terjadi di Colosseum ribuan tahun lalu.

Perhaps I don't even have to describe the form of the Colosseum, we've all heard, seen and witnessed this amphitheater shape in various photos and movies and televisions. Gladiator movie even brought the story from Colosseum, dark side of what happened in this place thousands of years ago. 

Bentuk Colosseum dari luar
Gambaran yang menjelaskan struktur di bawah arena pertarungan


Konstruksi Colosseum dimulai di tahun 72 setelah Masehi di masa kaisar Vespasian dan diteruskan di masa Titus. Dahulu Colosseum disebut Amphitheatrum Flavium, sebutan yang mengkombinasikan nama keluarga Vespasian dan Titus. Kini Colosseum dikenal sebagai karya terbaik dari sisi arsitektur dan teknik sipil di masa Romawi.

Construction of the Colosseum began in the year of 72 AD in the age of emperor Vespasian and then Titus. Formerly called the Amphitheatrum Flavium, combines the surname of Vespasian and Titus. Colosseum now best known as a masterpiece of architecture and civil engineering in Roman ages.

Setiap tahun total sekitar empat juta orang mengunjungi Colosseum. Bentuk dan sejarah bangunan ini adalah magnet yang menarik hampir semua turis yang mengunjungi Roma dan Italia. Saya langsung membeli tiket seharga 12 Euro atau sekitar 145 ribu rupiah di pintu masuk dan menyusuri area dalam Colosseum begitu menginjakkan kaki di Piazza del Colosseo.
 
Each year a total of about four million people visited the Colosseum. Great struckture and history of this building are magnets that attracts almost all tourists who visit Rome and Italy. I immediately bought a 12 euros ticket at the entrance and stroll into the area in the Colosseum once I set foot in Piazza del Colosseo.
 
Bentuk area dalam Colosseum lebih menyerupai reruntuhan, kebesaran masa adu gladiator tinggal kenangan yang tersisa dari bangunan besar ini. Gempa besar pernah mengguncang Roma, mengoyak sebagian sisi Colosseum sehingga saya dapat melihat potongan miring di struktur besar ini.
 
Nowadays, Colosseum is more like a ruined big amphitheater. The great era of gladiator fights remains a distant memory from this building. Massive earthquake attacked Rome once, tore most of the Colosseum so now we can see the slanted piece in this huge structure.
  



Memasuki Colosseum saya terbawa berputar, menyusuri bentuk lingkaran sambil menaiki beberapa tangga hingga beberapa tingkat di atas. Meski sangat luas, tangga di Colosseum sebagian ditutup untuk menjaga alur turis atau karena beberapa tangga yang dahulu dapat diakses sudah terputus saat kerusakan dan gempa melanda.

When I set foot into Colosseum, I just immediately drawn to rotate, following circular shape and into the stairs. Even though this building has a lot of stairs, some partially closed to keep the flow of tourists and because of some stairs that used to be accessible has been ruined when the quake hit.

Saat melihat Colosseum saat ini, saya membayangkan lokasi dan bangunan yang sama ribuan tahun lalu saat struktur amphitheater ini dibalut dengan marmer dan kemewahan detail arsitektur.

Seeing the Colosseum this time, I imagine the same location and building thousands of years ago when the structure is clad with marble and luxury architectural details.


Namun kebesaran Colosseum terkikis waktu demi waktu. Ada masa dimana marmer yang menutupi Colosseum dilepas dengan paksa untuk membuat bangunan lain di Roma, termasuk Basilika Santo Petrus di Vatikan.

But the greatness of Colosseum eroded over time. There was a period where the marble that covered the Colosseum removed by force to make other buildings in Rome, including St. Peter's Basilica in the Vatican.

Sejarah dan waktu memperlihatkan berbagai sisi Colosseum, dari kejayaan dan kemegahan, hingga kelamnya pertumpahan darah. Tidak kurang dari 500 ribu orang tewas dalam pertempuran yang terjadi di Colosseum.
 
History and time showed different side of Colosseum, from glory and splendor, into the dark bloodshed. Not less than 500 thousand people were killed in the fighting
during the gladiator era.


Saya berkeliling Colosseum dan sempat lupa arah beberapa kali, namun saat mengarah ke atas saya menemukan lokasi dimana semua detail sejarah Colosseum disusun rapi di museum. Konsep museum ini terbuka, di salah satu area dimana mulai dari gambar struktur bangunan hingga perbandingan Colosseum masa dahulu dan masa kini.

I circling around the Colosseum and forgot directions few times, then I go upstairs and found the location where all the details of the history from this place neatly organized in a museum. Without doors that separate the museum and Colosseum, this is an open museum inside the Colosseum itself. You can see pictures of Colosseum structures and also comparison of Colosseum in the past and present.

Tuas pengungkit yang digunakan pada masa pertarungan gladiator, hingga beberapa perkakas di masa Romawi kuno disimpan rapi di museum ini beserta keterangan dengan gambar sehingga saya tidak perlu membayangkan fungsi, misalnya batuan bentuk kotak yang ada disitu.

There are also leverage once used during gladiator fights era, also a few tools during ancient Roman times stored neatly in the museum along with a description of the image so I don't have to imagine the function, for example the square rock placed in this museum. 

Pas kesana saya lagi kerajingan foto levitate :)
Waktu terbaik mengunjungi Colosseum adalah di sore hari, saat semburat cahaya matahari lebih miring, dan memberikan efek pencahayaan yang indah di sela sela struktur Colosseum. Selain itu, berkeliling Colosseum dapat cukup melelahkan namun jangan terhenti dan melewatkan sisi atas karena dari sana anda tinggal berjalan berputar dan dapat melihat keseluruhan sisi cekungan dalam Colosseum yang fantastis.

The best time to visit Colosseum is in the afternoon, when the sun isn't right above you, providing beautiful lighting effects on the sidelines of Colosseum structure. Walking around the Colosseum can be quite tiring, but don't stop and skip the above side because from there you just have to walk a bit around and you'll see the whole side of the basin in the Colosseum which is fantastic.

 @marischkaprue - will create herstory

*A piece of "When In Rome" as published on Elle Magazine Indonesia, October 2012*

NOTES:
  • Colosseum terletak hanya 10 menit berjalan kaki dari Altare Della Patria
  • Daerah Colosseum rawan pencurian, beberapa kali saya diingatkan untuk menjaga posisi tas saya tetap ada di depan, banyak juga cerita kemalingan di area ini jadi berhati hatilah.
  • Ada banyak orang orang berpakaian kekaisaran Romawi dulu, berfoto dengan mereka harus membayar dan juga ada beberapa yang kehilangan dompet setelah berfoto bersama. Again, be aware.
  • Naik taksi dari area Colosseum juga rawan penipuan, ada beberapa taksi yang sengaja tidak memasang argo saat sadar anda turis yang lengah dan tidak tahu jalan, minta argo dipasang sejak awal dan tegas berkata jika anda benar.
  • Diluar kerawanan di area Colosseum, Roma sangat menyenangkan dan orang orang Italia sangat ramah.

RELATED STORIES:
, , ,

In Future We Trust

Beberapa hari ini kata karma terngiang ngiang di telinga, sedikit panas, emosi ataupun sakit hati saat seseorang tega menyakiti kita.


Mungkin kemudian kita akan berkata dalam hati "karma akan datang," apa yang ditanam itu yang dipetik. Intinya itu, kehidupan selalu memberi hasil dari apa yang kita serahkan. Apa yang terjadi hari ini adalah hasil dari kejadian sebelumnya yang saling berkaitan.

Bagaimana dengan hidup itu sendiri? Apakah hidup kita sekarang hasil dari hmm, let say, kehidupan sebelumnya?

Kalau bicara reinkarnasi pasti banyak perdebatan, banyak literatur, banyak cerita menarik. Entah percaya atau tidak. Tapi ada satu garis lurus yang bisa ditarik.. Menurut saya, intinya sama saja, percaya ada reinkarnasi itu tujuannya baik, supaya kita "menabung" hal hal baik terlebih dahulu karena percaya di kehidupan selanjutnya kita akan panen hal baik.

Saya membayangkan bereinkarnasi sebagai lumba lumba, asik sepertinya bisa menyelam, bermain main di birunya laut. Sebelum tiba tiba saya terjebak di jaring manusia, diangkat dan dicabut nyawanya. Mungkin di kehidupan sebelumnya saya pernah melihat laba laba lewat, menangkap dengan tissue dan meremas tissue itu hingga laba laba itu mati.

Saya membayangkan yang membaca ini tertawa, masa tidak boleh membunuh laba laba? semut kalau diinjak jadi nanti karma buruk dong? Hmm, saya bukan Tuhan, tapi saya yakin saya bisa bilang tidak. Kenapa? Yang penting intensinya, tujuan, niat, kalau saya memang niat mau bunuh itu laba laba, atau karena kaget refleks saya lempar buku sampai si laba laba tewas? Buat saya, itu beda.

Ah, cukuplah bicara ngawur. Satu hal saja, saat anda lewat restoran nan elegan yang menjual menu sirip hiu, mari kita doakan beramai ramai reinkarnasi itu ada. Bahwa semua yang makan sirip hiu itu akan terlahir kembali sebagai salah satu bagian di rantai makanan di bawah hiu. Supaya dikunyah habis oleh sang hiu, dan saya yakin, kali ini Itong* pasti setuju.

So, do you believe in past lives?
I do believe in future lives :)

@marischkaprue - hates karma but believes that her future lives got something to do with the sea

As published on Divemag Indonesia magazine, Volume 3, No. 026, April 2012
Support #savesharks and #SOSharks by signing petition here

* Itong adalah karakter hiu yang diciptakan oleh Divemag Indonesia. Itong mewakili hiu yang "ramah" untuk menghentikan citra buruk hiu sebagai pemangsa yang selama ini dianggap ganas dan menyerang manusia.

Lets #savesharks, starting from very simple thing, from us.
  • Please stop eating food which contains sharks, such as sharks fin. Also stop eating in the restaurants that sells sharks fins and meats.
  • Learn the fact about shark finning, it's a very cruel process to remove the fin from the sharks and eventually the sharks will be dead without fin. Nowadays sharks captured not only for the fins but the meat also, human are very good at fishing and our greatness of killing shark is ruining the ecosystem. No sharks in the sea will make your beloved seafood disappearing, remember the food chain? sharks is on top and when you make a mess on it, you jeopardized the ecosystem.
  • Don't date anyone that eats sharks fins and meats. Those who ate sharks shouldn't "breed" and produce a sharks eaters family >:) 
--------------------------------------------------------------------------------------

In Future We Trust


These few days the word karma ringing in my ears, a bit of emotions or pain when someone hurt us.

Maybe then we would say to ourself that karma will come. You got what you planted. The point is, life always gives the results of what we planted. What is happening today is the result of previous series of incidents.


What about life itself? Is the "now" the results of our hmm, let say, the previous life?

When it comes to reincarnation certainly a lot of debate, much literature, a lot of interesting stories. You can choose to believe it or not. But there is one straight line can be drawn .. In my opinion, its all for the same thing, believing there is a reincarnation was for good intentions, that we "keep" the good things in advance because we  believe in the next life we ​​will harvest good things.


I imagine myself reincarnated as a dolphin, seems great to be able to dive, play games in the blue sea. Before suddenly I got stuck in the fishnet, trapped, captured and slaughtered. And maybe, just maybe in a previous life I saw spider, captured the spider using a soft tissue and squeezed it until the spider dies.


Maybe when reading this you'll laugh, thinking that means we can't kill any spider? or step on a tiny ant will draw bad karma? Hmm, I'm not God, but I'm sure I could say no. Why? It depend on the intentions, goals, your purpose. If my intention was to kill the spider will be different if I just shock and as a reflex impulse, I threw the book and killed the spider? For me, it was different.

Well, enough talking nonsense. One thing, when you walk by the elegant restaurant which sells shark fin menus, let's pray that the reincarnation do exist. That all who ate shark's fins will reborn as one part of the food chain under the shark. So shark will hunt and chew them, and I'm sure, this time Itong* definitely agree.

So, do you believe in past lives?I do believe in future lives :)

@marischkaprue - hates karma but believes that her future lives got something to do with the sea 

*Itong is a shark character created by Divemag Indonesia. Itong represent a "friendly" shark to stop bad image of sharks as a predator. 

, , , , ,

Sunset di Natsepa, Ambon



Indonesia timur memang mempesona, langit birunya, warna lautnya, awan dan tentunya sunset! Yap, sunset selalu membuat saya jatuh cinta lagi dan lagi. Walaupun bagi saya sunset di Jailolo tetap masih nomor satu sampai sekarang, namun sunset di Natsepa, Ambon ini tidak boleh dilewatkan saat matahari berniat pamit sejenak sebelum tiba keesokan harinya.

 

Eastern Indonesia is indeed enchanting, the blue sky, the color of the sea, don't forget the clouds and of course sunset! Sunset always makes me fell in love again and again. Even though for me sunset in Jailolo remains number one until now, sunset in Natsepa, Ambon is the moment you cannot missed. A moment when the sun slowly dissapear, saying good bye before appearing again the next day.

So, please, enjoy these photos..





 @marischkaprue - will never get enough sunset in her life

Photos by Ferry Rusli

NOTES:
  •  Lokasi sunset di belakang hotel Aston Natsepa, Ambon
  • #BarondaMaluku adalah project untuk mempromosikan potensi pariwisata Maluku, ada banyak keindahan dari Maluku yang akan terus kami share usai menelisik keindahan Maluku, lihat lebih lengkap disini.
  • Thanks to Kementrian Pariwisata yang fully support project #BarondaMaluku dan tentunya Mad Alkatiri, nyong Ambon yang jadi inisiator #BarondaMaluku
 RELATED STORIES:
For more stories from #BarondaMaluku, click here

14 Juni 2013

, , , , , ,

Auckland at Night


Dihuni lebih dari 30 persen total populasi Selandia Baru, Auckland adalah kota metropolis terbesar di negara kiwi tersebut. Gedung gedung tinggi menandai kemajuan Auckland yang sangat pesat sejak abad ke 19. Meski Auckland adalah kota terpadat di Selandia Baru, bagi saya kota ini adalah kota yang tenang, terutama di malam hari.

Inhabited by more than 30 percent of the total population of New Zealand, Auckland is the largest metropolis in this kiwi country. High rise buildings in Auckland show how rapidly Auckland built itself through time since the 19th century. One thing more, even though Auckland is the most populous city in New Zealand, for me this town is a quiet relaxing town, especially at night.




Pada pukul tujuh malam hari kendaraan sudah semakin sedikit terlihat beredar di jalanan kota Auckland. Bahkan di pusat kota dan daerah downtown, kepadatan kendaraan sudah tidak terlihat sama sekali, beberapa mobil dan bus melintas namun jarang, pemandangan yang menyenangkan bagi saya yang tinggal di Jakarta dimana pukul sembilan malam pun jalanan masih dipenuhi kendaraan dan kemacetan di malam hari sudah jadi konsumsi sehari hari.

At seven o'clock in the evening the streets already quiet, far from the busy traffic. Even in the centre of the city, downtown area, the density of vehicles is not visible at all, several cars and buses pass by, but rarely, a pleasant sight for me who lives in Jakarta where at nine o'clock the streets were still filled with vehicles and non stop traffic jam are our daily dose everyday.
Sky Tower

Berkeliling downtown Auckland dengan berjalan kaki di malam hari, saya menikmati area Queens Street dimana Sky Tower yang menjadi landmark kota ini terlihat bagaikan menara di Gotham City, kota dalam tokoh imaji, Batman.

Strolling around downtown Auckland at night, I enjoyed the feel and rhythm from Queens Street area where I can see Sky Tower, the Auckland landmark which looks like a tower in Gotham City, where Batman puts his sign.
Saya tidak terlalu suka kerang jadi pilih menu ikan yang sangat enak ini :)
Di seberang Sky Tower dan Sky City, Depot tampak ramai hingga malam hari. Depot adalah cafe yang tidak pernah sepi, dari pagi hingga malam kursi kursi di dalam hingga luar bangunan Depot selalu penuh. Depot terkenal dengan hidangan kerang, hingga "Oyster Bar" menjadi tagline cafe ini.

Across the Sky Tower and Sky City, Depot looks crowded until late at night. Depot is a cafe which never empty , from morning till night all the chairs, inside and outside the Depot building is always full. Depot famous for its scallop dishes, even the "Oyster Bar" became the cafe's tagline.


Jika tidak ingin menikmati keseruan hidangan dan hiruk pikuk suasana Depot maka lokasi terbaik untuk menikmati city light Auckland adalah Devonport, wilayah pinggir kota yang persis berhadapan dengan pusat kota Auckland dimana gedung gedung berjajar membentuk melodi cahaya yang sangat indah.

If you're not into the excitement and bustle atmosphere in downtown, or you might not fond of the dishes in Depot, then get in the car and go to the best location to enjoy the Auckland city light, Devonport, a place in a suburb which location is in front of downtown Auckland, separate by the bay, where you can see buildings forming a very beautiful melody of lights.


Untuk menuju Devonport saya harus menyeberang jembatan, melewati Westhaven hingga Belmont. Di saat malam pun angin di Devonport sangat kencang. Namun jika melihat city light seperti ini, I bet you won't mind a little cold due to the strong wind. Just see and enjoy, a melody of light by human.

To get to Devonport I have to cross the bridge, through Westhaven and Belmont. Also, in the evening Devonport could be so windy. But I'm sure, when you see this beautiful city light, I bet you won't mind a little cold due to the strong wind. Just see and enjoy, a melody of light by human.

@marischkaprue - enjoy the city light

Photo by Ferry Rusli

9 Juni 2013

, , , , , , ,

Red Wine in the Red House, Stonyridge Vineyard.



Pulau Waiheke di Teluk Hauraki, Selandia Baru adalah lokasi yang tepat untuk produksi anggur. Pada musim panas curah hujan rendan dan suhu tinggi secara konsisten, kondisi yang ideal untuk menanam tanaman anggur.


Waiheke Island in the Hauraki Gulf, New Zealand is the perfect location for wine production. Low summer rainfall and consistent high temperatures, Waiheke is an ideal place for growing vines.
 
Stephen White sebelumnya adalah penggemar kompetisi kapal pesiar hingga akhirnya di tahun 1981 Stephen kembali ke Selandia Baru. Stephen yang berbekal diploma hortikultura dan berpengalaman kerja di kebun anggur California dan Italia kemudian melakukan penelitian dan menyadari Waiheke sebagai lokasi terbaik memproduksi anggur di Selandia Baru.

Stephen White been in a cruise competitions until in 1981 Stephen returned to New Zealand. Holding a diploma of horticulture, Stephen also had worked in California and Italian vineyards before. Back in New Zealand, Stephen did some some research and realized that Waiheke is the best location to produce wine in New Zealand.
View di Pulau Waiheke
Area depan Stonyridge Vineyard
Dibantu teman dan keluarganya, Waiheke yang saat itu dianggap bukan lokasi potensial digarap oleh Stephen. Ia mulai menanam anggur dan zaitun hingga di tahun 1985 mulai memproduksi anggur. Di tahun 1987, anggur jenis klasik dengan campuran dominan Cabernet dan dinamakan Larose meroket dan membuat anggur produksi Stephen juga ikut meroket, perkebunan dengan nama Stonyridge Vineyard inipun menjadi terkenal.

Helped by friends and family, Stephen starts to grow vine in Waiheke which was not considered a potential site at that time. He began growing grapes and olives, then in 1985 he began producing wine. In 1987, the classic type of wine with a mixture of predominantly Cabernet named Larose skyrocketed and make Stephen's production famous instantly. His Stonyridge Vineyard estate also became famous, along with his wine going everywhere.

Wine tasting


Saat ini Stonyridge bukan hanya lahan perkebunan anggur. Di pulau Waiheke yang telah jadi destinasi turis, Stonyridge adalah lokasi favorit pengunjung untuk bersantai sambil mencoba beragam anggur, serta menikmati landscape Stonyridge yang indah.

Right now, Stonyridge is not just a wineries land. Waiheke Island already became a tourist destination and Stonyridge is one of the favorite location in Waiheke. Visitors here prefer to relax while tasting variety of wines, and enjoy the beautiful Stonyridge landscape.

Luas perkebunan di Stonyridge Vineyard sekitar 6 hektar. Anda bisa berkeliling di area perkebunan, atau menikmati sisi sisi hijau di Stonyridge.

This plantations is approximately 6 acres. You can walk around in the plantation area or enjoy the green side in Stonyridge.



 
Salah satu favorit saya disini adalah bangunan merah, lokasi cafe dan wine tasting. Saya pun datang di saat yang tepat, saat permulaan musim gugur sehingga tanaman yang menutupi sebagian bangunan sedang mengering dan berwarna coklat kemerahan, simply beautiful!

One of my favorite location here is the red building for cafe and wine tasting. I came at the right moment, in the beginning of the fall so the plants which cover most buildings are dry and reddish brown, simply beautiful!

@marischkaprue - prefers red wine

Photos by Ferry Rusli

NOTES:
  • Stonyridge Vineyard terletak di 80 Onetangi Road, Waiheke Island. PO BOX 265 Ostend, Waiheke Island, New Zealand. Phone: +64 9 3728822 
  • You can email them to info@stonyridge.com for more infos
  • Rute terbaik menuju Waiheke adalah dari Auckland, kemudian menyeberang dengan kapal ferry hanya sekitar 40 menit. Cari pilihan penerbangan menuju Auckland dengan tools Wego ini.

RELATED STORIES: