Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

20 Juni 2012

Humanely emotional

Share



Pernah merasakan marah yang meledak ledak? Kita tidak bisa menahannya dan akhirnya keluar begitu saja dalam hitungan detik?

Dan kemudian beberapa jam berlalu kita mulai menyesali amarah dan ledakan emosi tersebut, berharap kita melakukan hal yang lebih bijak dan membayangkan opsi opsi penanganan emosi yang lebih elegan di kepala kita. Namun, semua sudah terjadi, amarah dan emosi sudah keluar dan akan diingat oleh pihak yang ada saat itu.

Saya sendiri sering mengalami itu, entah karena memang saya tipe yang cukup emosional dengan hormon yang naik turun layaknya sebagian perempuan lain sehingga ada istilah "When hormones took over, no argument will win."

Artikel tentang menahan ledakan emosi ini sering berseliweran di majalah, website, apapun itu. Tips dan trik untuk melawan stimulasi emosi yang akan menguasai apa yang kita lakukan sudah berulang kali dibahas.

Ah, bagaimanapun juga kita manusia yang terus belajar, dari hal sekecil apapun, dan dari kesalahan sebesar apapun. Bayangkan dunia tanpa emosi, bayangkan semua orang dapat menghadapi masalah dan emosi dengan elegan, tanpa drama.

Saya selalu merasa setiap hal kecil dalam langkah saya adalah garis di perjalanan. Mungkin kadang garis itu sedikit berbelok, atau kita harus berputar balik. Ledakan emosi juga berguna untuk memberi kita ruang kelegaan, layaknya buang angin kalau ditahan terus juga tidak enak, meski kalau dikeluarkan bisa bikin yang ada di situ tutup hidung dan sebal.

Lalu analogi kentut ini jadi cukup nyambung. Bayangkan kita sudah ingin buang angin, layaknya emosi terpendam yang harus dikeluarkan. Solusinya, kembali ke analogi buang angin, lalukan di tempat yang "aman dan nyaman." Aman dalam arti tidak akan memberi konsekuensi yang berat bagi kita, lakukan di lokasi yang sedikit atau tidak ada orang, senyaman mungkin bagi anda mengekspresikan diri.

Jika di tengah keramaian tiba tiba ada masalah yang membuat anda ingin meledak ledak, cari wc terdekat, menangislah disana, kalau mau teriak, teriak disana saja, setidaknya yang kebingungan dan menatap aneh hanya yang ada di sana, istilahnya minimalisasi dampak.

Banyak manusia manusia elegan yang terlihat tidak punya emosi, selalu berupaya terlihat baik dan tidak mau menunjukkan amarah meski menurut saya mereka layak memperlihatkan emosi di situasi tertentu. Mungkin mereka memang diberkati kemampuan seperti itu, tapi menurut saya dengan adanya momen momen ledakan emosi kita jadi berpikir sejenak setelah emosi itu reda. Syukur syukur kalau kita bisa belajar dari hal itu.

Manusia tanpa emosi itu hampa, individu tanpa kesalahan itu surreal. Saya memilih untuk jadi manusia yang punya otak, punya hati dan kadang yang satu mendominasi yang lain secara bergantian.

From every step we've been through, there are footsteps to learn about.



@marischkaprue - emotionally active, emotionally learning.

12 comments:

Gandi mengatakan...

Hahaha,,, saya juga lumayan sering, mbak. Cuma ke beberapa orang yg saya rasa bisa 'ditindas', LOL

Setuju, emosi kan pemberian Tuhan juga, selama bisa ditempatkan dalam kadar dan tempat yang tepat akan AMAN saja, :-)

Anonim mengatakan...

mengapa pakai analogi kentut?

http://tetesanoli.blogspot.com/

Marischka Prudence mengatakan...

iya emosional itu sangat manusiawi :)

Marischka Prudence mengatakan...

klo ditahan tahan dan pas dilepas rasanya kurang lebih begitu :P

Kristin mengatakan...

Baru nemuin blog ini, salam kenal Mba. Tulisan2nya sungguh menginspirasi dan menenangkan. keep blogging and inspiring, Mba.. :)

Mike mengatakan...

hey Prue. Mana artikel lainnya? been busy lately? artikel yg menarik, walau sebenarnya emosional tidak selalu berarti pemarah. mudah sedih atau mudah senang juga bisa dibilang emosional. kadang karena "mudah-mudah" tersebut, kita jadi terhambat suksesnya, kita jadi mudah dipengaruhi dan mudah terpengaruh.

kenapa emoticon di YM atau di BB tidak cuma satu, yaitu emoticon marah? karena itu tadi, emosi tdk hanya marah. btw PIN BB berapa? hahaha... just kidding Prue.

Intinya gw setuju kalau kita tidak boleh memendam marah, sedih, atau kegembiraan. apalagi demi jaga image. just let go off bad air from your chest, then control your next step. sukses ya Prue, ditunggu artikel-artikel lainnya. cheers. -MD.

Marischka Prudence mengatakan...

Thank you :D sedang berusaha konsisten nge blog tapi sulit hihi :)

Marischka Prudence mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Marischka Prudence mengatakan...

Hey Mike, thanks, iya lagi banyak keliling keluar kota belum sempet nulis lagi -___-
iya, bener banget, cuma disini khusus bahas emosi yang seperti itu, curcol pengalaman juga hihi :D Thanks for the input, so happy to read comments :)

reene mengatakan...

Suka banget bacanya.. Simple thing tapi 'ngena'.. Hehehe.. Jadi kalau mau marah harus inget kentut ya! #eh ;p hahahahaa.. Anyway, salam kenal! :)

Marischka Prudence mengatakan...

Thank you salam kenal juga hihi itu analoginya kentut :P

Anonim mengatakan...

Iiiiih, sering sering kita ke toilet dong kalo gitu :D