Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

14 November 2012

, , , , ,

Step by Step

Share

Dua bulan yang lalu saya selalu mendeklarasikan diri saya sebagai pecinta laut, divers yang senang di lautan biru, merasa nikmat di semilir angin pantai dan selalu pulang ke Jakarta dengan proud tan (cara saya menyebut gosong akibat main di pantai dan laut).

Ada beberapa teman saya yang senang naik gunung. Dahulu, saya selalu bertanya pada mereka "ngapain sih capek capek naik gunung sampai berhari hari menderita gitu." Dan kemudian, dua bulan yang lalu hubungan saya dengan gunung dimulai.

Tim di tempat kerja saya memulai misi naik gunung, tujuan kita salah satu gunung yang masuk dalam daftar 7 summit. Maka, saya yang belum pernah naik gunung ini mulai di training: treadmill, jogging, naik turun tangga kantor yang 7 lantai sampai betis berkonde dan berbagai latihan fisik lain.

Dan mulailah kami mendaki, mulai dari Gunung Gede, kemudian selang dua minggu kami lanjut mendaki Gunung Rinjani. Dari dua lokasi ini, terutama yang terakhir saya menemukan keasikan tersendiri. Memang, mendaki itu capainya minta ampun, dari segi kenyamanan anggap saja hilang.

Yang paling utama adalah summit attack, saat saya dan teman teman menuju ke titik puncak sejak dini hari. Perjuangan panjang melewati medan yang cukup sulit ditambah angin kencang dan udara dingin terasa tidak ada habisnya.

Namun akhirnya saya sampai di atas, langsung disambut pendaki lain yang sudah ada disana. Semua yang dikatakan setiap pendaki yang saya temui memang benar "Saat di atas semua rasa lelah itu hilang," saya menikmati dengan sangat saat momen berada di atas.

Namun, bukan hanya pemandangan yang luar biasa yang membuat berada di puncak itu sedemikian nikmat. Jika tidak ada perjuangan, maka keindahan di puncak hanya keindahan yang dinikmati mata. Jika tidak bersulit sulit dahulu mendaki maka saya hanya akan merasa "Wow keren banget," dan bukannya "Luar biasa, ini hasilnya."



Mendaki gunung itu bagaikan filosofi hidup, untuk mendapatkan sesuatu yang besar, untuk menuju puncak kita harus berjuang, harus mau sulit dan melewati semua proses itu, maka saat berada di puncak kita akan lebih merasa puas dan selalu ingat perjuangan untuk ke atas, tidak takabur.

Saya bayangkan jika saya ke atas dengan instan, katakan saja jika memungkinkan memakai helikopter, kurang dari setengah jam sudah di puncak, lihat lihat lokasi dan sudah, tidak merasakan sebagai hal yang luar biasa, tidak akan menghargai perjuangan.

Bukannya saya apatis dengan kesuksesan instan, namun my dear, hasil yang diperoleh dengan bekerja selangkah demi selangkah itu saya percaya akan lebih bertahan lama, akan membentuk mental dan membuat kita sadar diri akan jalan yang telah kita tempuh.

Di laut saya diajarkan untuk sadar sebagai bagian kecil dari semesta yang luar biasa indah, di gunung saya diajarkan bahwa di atas bukan berarti bisa takabur, bahwa semua ada prosesnya, dan kita tidak bisa tinggal di puncak gunung selamanya.

As deep as ocean can be, as high as mountain to hike, we are human meant to live on the ground with Mother Nature. Go deep, aim high and never forget where we start. Godspeed!

@marischkaprue - not yet on top of her roller coaster life.


As published on Divemag Indonesia Vol 3 No 030, August-Sept 2012 


A piece of what happened during summit attack, here in this video:



RELATED STORIES:

7 comments:

Andryxzx mengatakan...

ahh, saya selalu suka sama foto di ig dan cerita kakak di blog! :3 rinjani keren banget yah..

Marischka Prudence mengatakan...

thanks :)

Marischka Prudence mengatakan...

thanks :)

Unknown mengatakan...

ahhh...naek gunung emeng aseekk..dan foto di blog ini bagos2 smuahh

Unknown mengatakan...

I've been there before in 1998, Rinjani is amazing. Semakin merindukan juga untuk kembali bisa berkemah di Puncak Pelawangan, menapaki puncak Rinjani dan memancing di Danau Segara Anak

Farry Gunawan mengatakan...

nais post mba, ada kalimat yg saya dengar " untuk mengetahui indahnya dunia anda harus mendaki kepuncak tertinggi dan laut terdalam " walaupun saya belum pernah kepuncak tertinggi apalgi laut terdalam *lantaran gak bisa berenang :p, saya sudah bersyukur bisa melihat keindahan dunia yg saya lihat sampai saat ini..terus berpetualang mba!mampir keblog saya farrygunawan.blogspot.com, ada tulisan saya tentang pendakian saya juga,hehe

Anonim mengatakan...

mau ngomong apa lagi selaian luar biasa bisa baca blog ini dan gag berlebihan.

Naik gunung adalah perjalanan hati, puncak gunung hanya bonus. tapi proses itulah yang membaut karakter kita tercipta..

salam lesatri kak Prue